1.
Apakah Tripusat Pendidikan di Indonesia sudah
sejalan dan sudah saling melengkapi satu sama lain. Berikan bukti dan contoh
pada aspek apa yang sudah melengkapi dan pada aspek apa yang belum sejalan!
2.
Bagaimana solusi yang anda tawarkan kepada
negara kita baik itu kepada lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat tentang
bagaimana pelaksanaan pendidikan yang memenuhi unsur tripusat pendidikan dengan
baik. Apa solusi yang bisa ditawarkan?
Jawaban:
1. Tripusat di Indonesia
berinteraksi dan saling melengkapi. Pendidikan dalam masyarakat
,keluarga, dan sekolah
berkaitan dengan pendidikan yang dialami anak. Tripusat Pendidikan dibagi
menjadi tiga bagian dan tiga pusat pendidikan disebut tripusat pendidikan.
Tripusat pendidikan adalah tiga pusat pendidikan yang meliputi pendidikan
keluarga, persekolahan, dan pendidikan masyarakat. Tripusat pendidikan
merupakan tiga pusat pelatihan yang menyelenggarakan pelatihan pendidikan.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Sistem Pendidikan Tahun 2003, jalur pendidikan
dalam pasal 13 ayat 1 meliputi pendidikan formal, informal, dan nonformal yang
saling memperkaya dan melengkapi. Selain itu, menurut Novan (2012:90),tiga
pusat pendidikan pada hakekatnya saling berhubungan dan bekerja sama dalam
keberhasilan pendidikan. Ketiganya terjadi secara kebetulan melalui latihan
intensif dalam latihan latihan. Korelasi ini ditunjukkan oleh fakta bahwa orang
tua memiliki kewajiban untuk membesarkan anak-anak mereka karena terbatasnya
waktu yang dimiliki orang tua untuk membesarkan anak-anak mereka di rumah.
Proses pendidikan kemudian ditransfer ke sekolah dan masyarakat menjadi
fasilitator untuk mengaktifkan keterampilan siswa. Berikut merupakan penjelasan
dari setiap unsur yang ada di Tripusat Pendidikan:
A. Lingkungan Keluarga
Setiap anak
dibentuk oleh tiga lingkungan pendidikan terpenting sepanjang hidup mereka:
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga efek ini disebut pusat pelatihan.
Fungsi peran keluarga dalam mencapai tujuan pendidikan adalah
menjadikan individu yang sempurna. Pendidikan keluarga mengajarkan anggota
keluarga keyakinan, nilai, dan budaya agama yang mencakup nilai moral dan kode
etik, serta gagasan, keterampilan, dan sikap terhadap kehidupan yang menopang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menurut K. Hajar Dovantra
dari Depdiknas (2005:5), ia berpendapat bahwa ruang keluarga adalah tempat
terbaik untuk pendidikan individu dan sosial. Keluarga adalah tempat pendidikan
yang ideal untuk memungkinkan sejumlah besar anak dan remaja menyelesaikan
perkembangan pribadi mereka. Peran orang tua dalam keluarga sebagai guru ,pembimbing dan panutan. Menurut Zakia
Draj (2011, 66), lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama
dan terpenting, karena merupakan keluarga pertama tempat anak menerima
pendidikan dan bimbingan. Pengalaman membesarkan keluarga yang dilandasi oleh
cinta, penuh cinta, kebutuhan, nilai ketaatan dan otoritas, hubungan-hubungan
tersebut justru bersifat pribadi dan alamiah, sehingga penghayatan terhadap
proses ini memiliki arti yang sangat penting. Pemenuhan fungsi keluarga dalam
pendidikan merupakan salah satu bentuk pemenuhan salah satu tugas orang tua,
karena orang tua bertanggung jawab atas pengasuhan anak-anaknya. Pengertian
dari sebuah keluarga yaitu sebagai lingkungan yang pertama kali dikenal oleh seorang
anak dari ia baru lahir, dimana dalam keluarga ini mulai terjadinya
perkembangan anak, termasuk perkembangan dalam aspek sosialnya. Kondisi
kehidupan dan praktik keluarga merupakan lingkungan yang sangat menguntungkan bagi anak-anak
untuk bersosialisasi. Dalam keluarga berlaku norma kehidupan keluarga. Jadi
pada dasarnya keluarga memanipulasi perilaku budaya anak. Depdiknas (2005:131)
menjelaskan bahwa proses pendidikan sangat ditentukan oleh keluarga dengan
tujuan untuk mengembangkan kepribadian anak. Pola keterikatan dan bagaimana
seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih besar ditentukan dan
diarahkan oleh keluarga.
B. Lingkungan Sekolah
Dari tiga
pelatihan, sekolah telah dirancang untuk pelatihan. Seiring berjalannya waktu,
peran sekolah sebagai Lembaga Pendidikan yang ada baik di Indonesia maupun di
dunia menjadi sangat penting, dimana dari sekolah inilah berfungsi sebagai
pembentukan karakter mulai dari kanak-kanak hingga dewasa. Sebagai penerus
bangsa yang baik, sudah seharusnya seorang anak memiliki karakter yang maju. Dalam
Pendidikan sekolah ini pun berlangsung secara aktif dan progresif serta
terstruktur dengan baik mulai dasi sekolah dasar, menengah sampai Pendidikan
tinggi. Sekolah berkomitmen untuk melakukan pendampingan, bimbingan dan
pengajaran sehingga lembaga membutuhkan kelompok-kelompok tertentu di kelas
yang dipimpin guru untuk mempelajari kurikulum yang dinilai. Oleh karena itu,
selain memberikan pengetahuan dan keterampilan, tugas guru adalah melatih siswa
untuk mengajarkan agama dan akhlak yang baik. Inilah peran sekolah dalam
membantu keluarga mendidik siswa. Sekolah adalah kelanjutan dari apa yang
dilakukan dalam keluarga.
C. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat
adalah lingkungan kedua yang dikenal anak ketika melakukan tugas
sosio-edukatifnya, dan banyak perkumpulan atau kursus yang secara sadar
disampaikan kepada anak-anak. Hubungan masyarakat dan pendidikan Tirtarharja
(2005: 178-179) memberikan gambaran tentang tiga aspek, pertama aspek
masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik kelembagaan (berbasis sekolah
dan jalur tidak terjadwal) maupun yang tidak. Kedua, lembaga sosial atau
kelompok sosial memiliki peran dan fungsi pendidikan langsung atau tidak
langsung dalam masyarakat. Lagi pula, ada banyak sumber belajar di masyarakat
yang dirancang dan digunakan. Orang akan selalu berusaha menggunakan pengalaman
hidupnya untuk meningkatkan kualitas pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
Pendidikan masyarakat berlangsung setelah pengasuhan keluarga dan berada di
luar pendidikan. Pendidikan masyarakat secara tidak langsung, anak mencari ilmu
dan pengalaman serta memperkuat keyakinan dan keyakinannya terhadap nilai-nilai
agama dan kesusilaan di masyarakat. Gereja dalam beberapa hal bertanggung jawab
atas pendidikan. Pengaruh masyarakat terhadap pembentukan dan penguatan
kepribadian anak, khususnya tokoh masyarakat sangat kuat (Zakia, 2014: 45).
Dimungkinkan untuk mencoba berbagai kegiatan sosial seperti kegiatan keagamaan,
organisasi kepemudaan, organisasi kepemudaan, kursus, dll. Semoga kegiatan ini
akan menciptakan rasa hubungan sosial dan meremajakan komunitas yang
bertanggung jawab dengan mempromosikan kualitas individu dari pengetahuan,
keterampilan, kepekaan, emosi dan kebijaksanaan. Hal ini dapat meningkatkan
wawasan motorik kognitif, emosional, dan psikologis.
Dari penjelasan
diatas, membuktikan bahwa unsur-unsur yang ada di dalam Tripusat Pendidikan itu
sudah sejalan dan saling melengkapi. Berawal dari lingkungan keluarga yang
menjadi tempat pertama untuk memperoleh sebuah pendidikan lalu dilanjut dengan
lingkungan sekolah sebagai wadah untuk menyiapkan diri sebelum terjun di
lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, tiga unsur Tripusat Pendidikan harus
selalu saling mendukung satu sama lain demi terwujudnya sumber daya manusia
yang baik di suatu negara.
2.
Solusi yang saya tawarkan agar Tripusat
Pendidikan dapat bermakna di suatu negara adalah Tripusat Pendidikan sebagai
penguat pendidikan karakter. Melalui Tripusat Pendidikan, anak dari usia dini
sudah diwajibkan untuk mengikuti penguatan karakter. Hal itu harus dimulai dari
dasar yakni di lingkungan keluarga lalu beranjak ke lingkungan sekolah dan
terakhir ke lingkungan masyarakat. Memperkuat pengembangan kepribadian
nilai-nilai yang diajarkan kepada anak-anak. Nilai ini tergantung pada jenis
kepribadian yang berkembang kemudian. Bangsa Indonesia, sebagai bangsa
Pancasilla, wajar nilai menanamkan sesuai dengan nilai-nilai atau ajaran
Pancasila. Ada 18 nilai-nilai yang harus diterapkan saat melakukan bala bantuan
pelatihan kepribadian. Menurut laporan Depdiknas (2010:8), nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pembentukan budaya dan kepribadian bangsa ditentukan dari
sumber-sumber berikut:
A.
Agama
Warga negara yang tinggal di negara Indonesia dikenal sebagai warga
negara yang religious, dimana seluruh kegiatan dan Tindakan yang diambil selalu
berlandaskan doktrin agama dan kepercayaannya masing-masing. Setiap warga
negara yang tinggal di Indonesia diwajibkan untuk menganut 1 agama diantara
beberapa agama yang ada di Indonesia. Secara politik, kehidupan bernegara
didasarkan pada nilai-nilai yang bersumber dari agama. Menurut pertimbangan
tersebut, nilai-nilai pendidikan budaya dan kepribadian bangsa harus didasarkan
pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari agama.
B.
Pancasila
Pemerintah Republik Indonesia Serikat didirikan atas asas kehidupan
berbangsa dan bernegara yang disebut pancasilla. Pancasila dapat ditemukan
dalam pembukaan UUD 1945 dan dijelaskan lebih lanjut dalam UUD 1945. Artinya
nilai-nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur urusan politik, hukum,
ekonomi dan sosial. , budaya dan seni. Untuk kehidupan. Tujuan pendidikan
budaya dan patriotik adalah mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara
yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, keinginan dan
penerapan nilai-nilai pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
C.
Budaya
Manusia sebagai makhluk sosial hidup ditengah budaya yang berkembang,
dari nilai-nilai budaya yang berkembang saat inilah dijadikan sebuah dasar
komunikasi antar masyarakat. Peran budaya dalam kehidupan masyarakat sangat
penting dan menjadikan budaya sebagai sumber daya yang berharga bagi pendidikan
budaya dan kepribadian bangsa.
D.
Tujuan Pendidikan Nasional
Setiap warga negara Indonesia harus memiliki ciri khasnya masing-masing.
Dalam hal ini, pemerintah berperan dalam merumuskan setiap satuan pendidikan
yang ada dan merumuskan rumusan untuk setiap jenjang dan jalur pendidikan.
Tujuan dari pendidikan patriotik adalah untuk banyak mengandung nilai-nilai
kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan
pendidikan kewarganegaraan merupakan sumber utama bagi pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
Berdasarkan empat sumber nilai tersebut, diidentifikasi sejumlah nilai
budaya bangsa dan pembentukan kepribadian. Dari 18 nilai karakter tersebut
kemudian dikristalkan menjadi 5 nilai karakter kunci. Tripusat pendidikan
mengakui keberadaan pusat-pusat pendidikan yang memengaruhi proses pertumbuhan
anak-anak. Itulah sebabnya promosi pendidikan untuk karakter anak-anak melalui
perjalanan pelatihan adalah subjek yang tidak diinginkan karena dalam amplifier
ini, perlu dipersiapkan dan kontradiktif. Dalam mempromosikan pelatihan
pribadi, ada strategi yang dapat dilakukan oleh kerja sama sekolah dan orang
tua seluler, yang selalu mengundang sekolah kepada orang tua, selalu dengan
siswa di rumah, sekolah dan kemudian sekolah dan panduan. Berikan pendidikan
untuk orang tua. Dari tahap ini, sekolah dapat menilai keterbatasan atau
masalah yang mengembangkan karakter siswa dan sekolah menawarkan program
konsultan untuk siswa. Selain itu, aktivitas dapat dilakukan dalam keterlibatan
orang tua siswa untuk membangun keluarga untuk menghias pemisahan gerakan
dengan posisi kerja sama, perayaan keluarga dan hubungan antara sekolah dan
orang tua yang dioptimalkan. Itulah
sebabnya perkembangan anak-anak, terutama perilaku atau sifat anak-anak,
menentukan tidak hanya keluarga Anda, hanya sekolah atau audiens. Tetapi harus
ada putaran ketiga pusat pendidikan untuk pertumbuhan anak-anak, terutama
karakter atau perilaku. Selain itu, hubungan Tripusat Pendidikan terhadap
perkembangan anak harus selalu diperhatikan oleh orang tua dan juga guru. Hal
ini dikarenakan perkembangan siswa, seperti halnya perkembangan anak,
dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain faktor keturunan, lingkungan,
proses pertumbuhan, dan bakat. Peran pusat pendidikan dalam perkembangan anak
adalah untuk berkontribusi pada identitas yang kuat dan penguasaan pengetahuan
dan keterampilan. Proses dasar kegiatan pendidikan yang berlangsung di pusat
pendidikan adalah bimbingan, belajar dan mengajar. Setiap pusat pelatihan
memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ketiga
kegiatan pelatihan tersebut. Menurut Depdiknas (2005:183), jelas bahwa proporsi
setiap balai latihan merupakan pedoman pertama yang dikembangkan untuk
memperkuat karakter. Lalu yang kedua adalah pengajaran dalam upaya pengusaan
pengetahuan. Dan yang terakhir adalah pelatihan dalam upaya pemahiran
keterampilan. Selain itu, peningkatan peran semua pendidikan dalam perkembangan
anak juga memerlukan partisipasi yang terkoordinasi dan kerjasama yang erat dan
terkoordinasi antar tripusat pendidikan. Tidak semua anak mencapai tingkat perkembangan
moral yang diharapkan. Oleh karena itu, pendidikan diperlukan dengan
menciptakan komunikasi dan lingkungan yang selaras dengan panggilan, salam dan
kemungkinan lingkungan komunal dengan segala larangan dan peraturan yang
membatasi. Oleh karena itu, karakterisasi merupakan proses kompleks yang
melibatkan berbagai aktor, terutama keluarga, sekolah, dan masyarakat. Guru,
sebagai peran pengikut utama pendidikan yang disebut
tripusat pendidikan, dan guru dengan guru yang ideal harus mempelajari apa yang
telah dipelajari Ki Hagar Diwantara melalui trilogi pendidikannya, yakni
seorang yang ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso dan tut wuri
handayani. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat, baik itu di dalam
keluarga, di sekolah maupun di masyarakat, berperan penting dalam penguatan
kepribadian anak melalui tripusat pendidikan.
Daftar Pustaka
Siregar,
W. M., Gandamana, A., & Putri, S. R. TRIPUSAT PENDIDIKAN SEBAGAI PENGUATAN
PENDIDIKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR. In SEMINAR NASIONAL PGSD UNIMED (Vol.
2, No. 1, pp. 44-53).
Nugroho,
P. (2018). TRIPUSAT PENDIDIKAN SEBAGAI BASIS SOSIALISASIDAN PEMBENTUKAN
KARAKTER SISWA. IJTIMAIYA: Journal of Social Science Teaching, 2(1).
Al
Masjid, A., Arief, A., Setyawan, A. D., & Retnaningsih, R. (2019). TRI
PUSAT PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA MEMPERKUAT PENDIDIKAN KARAKTER SISWA DI TAMAN
MUDA IBU PAWIYATAN. TRIHAYU: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 5(2).
Arifin,
M. F. (2018). Model Kerjasama Tripusat Pendidikan Dalam Pendidikan Karakter
Siswa. Muallimuna: Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, 3(1),
78-86.
Komentar
Posting Komentar